Pemenang, KLU - Nyelametang Telokan (menyelamatkan pantai) merupakan suatu tradisi ritual menyelamatkan pantai guna menolak bala (menolak unsur jahat dan kesialan) dan pengungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas limpahan rizki yang dilimpahkan pada masyarakat nelayan dari laut. Kegiatan ini merupakan tradisi turun-temurun dari nenek moyang yang terus dipelihara oleh masyarakat Telok Kombal, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Kegiatan ritual ini biasanya dilaksanakan pada Bulan Sapar (Mei) setiap tanggal 10 yang disebut dengan hari Asshura’.
Tujuan pelaksanaan upacara ritual Nyelametang Telokan ialah untuk mengaplikasikan rasa bersyukur masyarakat nelayan terhadap rizki yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa, memohon kepada pemilik alam semesta untuk nantinya mendapat rizki yang melimpah ruah. Sehingga, masyarakat nelayan dapat hidup dengan makmur, selain itu tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memohon kepada Tuhan supaya terhindar dari malapetaka baik itu penyakit maupun bencana alam.
Dalam acara ritual Nyelametang Telokan ini ada beberapa prosesi yang dilakukan, dipimpin oleh tetua nelayan yang sering di sebut dengan Punggawa Nelayan atau orang yang dianggap tua dan menguasai ilmu nelayan. Adapun prosesi yang dilakukan ialah pertama-tama tetua nelayan harus menyiapkan hewan kurban dan hanya mengabil kepalanya seperti kepala sapi, kambing atau kalau tidak mampu bisa juga kepala ayam. Kepala hewan kurban tersebut ditancapkan di ujung penjor (tiang) dari bambu dan dibawa ke laut untuk ditancapkan, sekitar 200 meter dari bibir pantai. Prosesi ini dilakukan oleh Punggawa Nelayan dengan diiringgi oleh beberapa masyarakat nelayan. Setelah penancapan, Tetua Nelayan disiram dengan air laut sembari berjalan ke pinggir untuk mengambil sesajen berupa bubur putih, buah jerungga (Jeruk Bali), Kelapa Gading dan Beras Pati (Beras Kuning). Semua ini ditempatkan pada satu tempat yang dinamakan nare (nampan) yang terbuat dari kayu. Semua sesajen tersebut diperuntukkan bagi mahluk-mahluk yang ada di laut supaya tidak mengganggu, bisa hidup berdampingan dan saling menghargai dengan manusia.
Dalam prosesinya, Tetua Adat yang diiringi masyarakat nelayan menaburkan Beras Pati tersebut di sekitar pantai dan bibir pantai. Sedangkan yang lainnya dihanyutkan di laut bersama dengan wadahnya. Setelah prosesi ini dilakukan Tetua Nelayan bersama seluruh masyarakat mengadakan dzikiran. Selanjutnya diikuti dengan acara makan-makan dan pesta. Ada suatu pantangan yang dilakukan oleh masyarakat Telok Kombal setelah mereka melangsungkan acara ini, mereka tidak melaut selama satu minggu dengan alasan membiarkan semua ekosistem laut dan mahluk halus yang ada di laut diberikan kesempatan untuk berkembang tanpa harus diganggu. Pada akhirnya nanti, ketika melaut nelayan akan mendapatkan ikan yang melimpah ruah .
Semua yang dilakukan ini diyakini sampai sekarang dan terus dilaksanakan dan dilestarikan, hanya saja ada beberapa perubahan yang terjadi, disesuaikan dengan ajaran Islam yang dianut oleh masyarakat Telok Kombal terutama sekali mengenai sesajen dan niat. Niatnya semata-mata ditujukan kepada Allah Tuhan yang Maha Esa. (pasir_putih/i2klu)